Pesona Manado
Libur Lebaran kemarin saya dan keluarga
berkesempatan untuk pulang ke kampong halaman kami, Manado. Bukan dalam rangka
berlibur sebenarnya, tetapi karena Opa yang mendadak meninggal. Pulang ke
Manado adalah hal yang cukup jarang kami lakukan mengingat ongkos pulang pergi
yang tidak murah. Kesempatan yang jarang ini kami gunakan semaksimal mungkin
untuk bernostalgia juga sedikit memecah penat dengan mengunjungi beberapa
tempat wisata.
Seminggu awal di Manado saya
habiskan dengan mengikuti berbagai acara penghiburan yang diberikan keluarga
dan kerabat dari Opa. Saya melihat kekeluargaan yang masih kental di sini.
Benar memang sebuah slogan Kota Manado yang mengatakan “Torang Samua Basudara”
yang artinya Kita Semua Bersaudara. Seluruh kerabat berkabung dan memberikan
perhatian yang luar biasa.
Sepekan masa berkabung di rumah
rasanya cukup bagi kami, minggu kedua kami manfaatkan untuk mengunjungi
beberapa tempa wisata dan memberi penghiburan lain kepada Oma kami. Objek
wisata pertama yang kami kunjungi adalah Danau Linau di Tomohon. Tomohon adalah
salah satu kota yang dekat dengan Kota Manado, hanya menempuh satu jam perjalanan
untuk dapat sampai ke pusat kota Tomohon. Jalan untuk mencapai pusat kota
sangatlah berkelok-kelok, itulah yang membuat saya mual dan terpaksa muntah saat
di perjalanan karena kondisi badan yang kurang fit. Lintasan yang cukup
melelahkan itu akhirnya berlalu dan saya mulai melihat bukit-bukit dengan
kepulan asap di kanan dan kiri jalan. Benar belerang, kami memasuki kawasan
bukit belerang. Samar-samar saya lihat seperti kolam berwarna hijau tosca di
sebelah kanan jalan. Itulah Danaiu Linau, tujuan wisata kami.
Untuk masuk ke kawasan wisata
Danau Linau, kami harus melewati gerbang besar dan membayar biaya masuk sebesar
Rp 25.000,00. Saat masuk dan melihat danau tersebut saya langsung terhipnotis
dengan warna air danau yang benar-benar menyejukan mata. Benar-benar
pemandangan yang indah. Sekelompok angsa berada di tepian danau dan menambah
keelokan Danau Linau yang tidak terlalu ramai kala itu. Kami menikmati
pemandangan sambil bersantai di balkon-balkon yang disediakan dan juga
mmenyueruput kopi panas yang menghangatkan sore hari kami.
Lokasi wisata kedua yang kami
kunjungi saat di Manado adalah Pantai Kalasey. Jangan harapkan pantai dengan
pasir putih di sini, sebagian besar pantai yang ada di kawasan Manado berpasir
hitam dan berbatu karena langsung berhadapan dengan samudera. Tetapi jangan
sekali-kali meragukan pesona matahari terbenam yang sangat menawan ketika
matahari seakan-akan bersembunyi dibalik Gunung manado Tua. Sambil menikmati
sunset kita bisa menyantap pisang goreng khas Manado yang disajikan bersama
samba roa. Mungkin aneh bagi sebagian orang untuk mengonsumsi pisang goreng
dengan sambal apalagi sambal yang terbuat dari ikan roa namun ini adalah hal
yang biasa bagi kami orang Minahasa.
Itulah sekilas perjalanan saya
ke Manado yang bisa saya bagikan. Pesona manado sebenarnya belum terpancar
sedemikian rupa dari objek wisata yang saya sebutkan di atas namun biarlah
tulisan ini dapat menjadi stimuli untuk para pembaca agar dapat menjadikan Kota
Manado sebagai salah satu tujuan wisata berikutnya.
Komentar
Posting Komentar